Minggu, 05 Juli 2009

Lidah Buaya Hilangkan Derita Radang Sendi


Ira Kumalasari tak pernah menduga kegemaran bermain basket akan membuatnya menderita seumur hidup. Bakatnya memasukkan bola ke dalam keranjang sejak duduk di bangku sekolah dasar membuat dia kerap terpilih jadi atlet basket andalan kota Malang. Tujuh hari dalam seminggu ia memainkan si kulit bundar. Profesi itu digelutinya hingga lulus sekolah menengah atas.
Tamat SMA bukan berarti Ira meninggalkan dunia basket. Ia masih meluangkan waktu untuk hobinya itu hingga berumah tangga. Efek samping dari kegemarannya baru terasa pada 1974. Saat berusia 30 tahun. Ira kerap merasakan sakit tak terperi dari kedua lutut. Awalnya rasa sakit itu diabaikan, tapi lama kelamaan kian menjadi sehingga berjongkok pun sulit.
Rasa sakit di lutut itu tak diduga akan berdampak dahsyat bagi tubuhnya. Ketika rasa sakit semakin tak terperi, istri dari Linggar Suyono itu memutuskan untuk menjalani akupuntur. Pengobatan tradisional Tionghoa itu dilakukan seminggu 3 kali. Setahun melakukan akupuntur, mantan guru sekolah dasar itu tidak merasakan perubahan yang berarti. Ahli akupuntur di Malang yang didatangi malah menyarankan untuk memeriksakan diri ke dokter.
Tak ada pilihan lain bagi Ira selain memenuhi saran itu. Alangkah kagetnya saat divonis dokter mengidap radang sendi kronis. Ia memang merasakan seluruh tubuhnya nyeri. Sayang, saat itu ilmu pengobatan belum maju. Radang sendi yang disebut pengapuran belum ada obatnya. Dokter hanya memberikan antibiotik dan obat penghilang sakit. Ibu 5 anak itu juga diminta untuk mengurangi berbagai makanan kaya kalsium. Akibatnya, 80% bahan makanan sehari-hari tidak bisa dikonsumsi.
Operasi
Karena tidak diobati, rasa sakit terus menyambangi. Naik-turun tangga menjadi siksaan teramat berat. Kedua lututnya kerap kali berbunyi kretek...kretek. Tak tega melihat penderitaan Ira, kerabatnya menganjurkan untuk berobat ke China dan diturutinya. Pada 1992, wanita kelahiran Sidoarjo itu pergi berobat ke negeri Tirai Bambu itu walau hasilnya nihil. Di sana pun Ira tidak menemukan obat bagi penyakitnya.
Pada 1996, kelahiran 1944 itu memutuskan berobat ke Singapura. Hasilnya sama saja. Belum ditemukan obat untuk radang sendinya. Sebetulnya dokter di Singapura memberikan 2 pilihan: operasi penggantian tempurung lutut atau pengikisan kapur di lutut. 'Tapi saya takut,' katanya. Ia pun kembali dengan tangan hampa. Rasa sakit yang menderanya diacuhkan. Antibiotik dan obat penghilang nyeri jadi andalan, meski terus-menerus mengkonsumsi obat dokter membuatnya takut. Pada 2000 konsumsi semua obat dokter dihentikan dan beralih menggunakan produk herbal.
'Sebetulnya saya sudah mengenal produk itu pada 1987,' kata Ira. Sejak saat itu, suplemen kesehatan itu rutin dikonsumsi selama 8 tahun. Sayang, hasilnya bagai jauh panggang dari api. Kesembuhan yang diidam-idamkan tak kunjung datang. Untunglah pada 2005 rekannya mengenalkan suplemen lidah buaya. Merasa tertarik, Ira pun rutin mengkonsumsi 3 kali sehari, masing-masing 100 cc. Sebulan berselang, berangsur-angsur derita perempuan yang penuh semangat itu mulai sirna. 'Saya merasa lebih bugar,' kata Ira. Sakit di sekujur kaki mulai mereda.
Menurut Prof Dr dr Harry Isbagio SpPD-KR Kger, guru besar Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia, pengapuran sendi terjadi karena kerusakan tulang rawan yang melapisi ujung tulang persendian. Tulang rawan berfungsi sebagai bantalan dan peredam kejut apabila dua ruas tulang berbenturan saat digerakkan. Kerusakan timbul akibat usia, gerakan yang berlebihan, dan tekanan dari bobot tubuh.
Lidah buaya
Lidah buaya Aloe vera, tanaman asal Afrika yang menjadi imigran di Indonesia itu ternyata memiliki 1001 khasiat. Sejak zaman nenek moyang, lidah buaya digunakan sebagai tanaman obat untuk berbagai penyakit. Bangsa Mesir Kuno sudah memanfaatkannya sejak sekitar 1.500 SM; bangsa Samaria, 1875 SM. Karena khasiatnya yang luar biasa, lidah buaya dianggap sebagai tanaman keabadian.
Hasil penelitian Antoni Femenia, periset dari Departemen Kimia Universitat de les Illes Balears, Spanyol, lidah buaya memiliki multikhasiat lantaran bersifat antibiotik, antiseptik, antibakteri, antikanker, antivirus, anticendawan, antiinfeksi, antiperadangan, antipembengkakan, antiparkinson, antiarteriosklerosis, serta antivirus yang resisten terhadap antibiotik. Lidah buaya juga moncer sebagai penghilang nyeri.
Senyawa yang bertanggung jawab sebagai penghilang nyeri adalah antrakuinon dan kuinon. Dua senyawa itu juga dikenal sebagai antibiotik. Keluarga Liliaceae itu pun mengandung salisilat yang berperan untuk meredam rasa sakit. Salah satu enzim dalam lidah buaya juga bisa memecah brandykinin-senyawa penyebab rasa nyeri. Karena itu kerabat bawang merah itu bisa dimanfaatkan oleh penderita osteoartritis.
Selain berkhasiat menyembuhkan berbagai penyakit, lidah buaya juga berkhasiat bagi kecantikan. Dalam Drugs and Cosmetic Journal tertulis lidah buaya mengandung polisakarida (terutama glukomannan) yang bekerja sama dengan asam-asam amino esensial dan sekunder, enzim oksidase, katalase, dan lipase. Sejak lama asam amino diketahui berfungsi sebagai penyusun protein pengganti sel yang rusak. Artinya, lidah buaya berperan untuk membantu proses regenerasi sel baru.
Selain berperan dalam regenerasi sel, kandungan lignin dalam lidah buaya pun bermanfaat bagi kulit. Lignin yang terkandung di dalamnya mampu meresap ke dalam kulit dan menahan hilangnya cairan dari permukaan kulit. Hasilnya, kulit tidak cepat kering dan terjaga kelembapannya. 'Lidah buaya membuat regenerasi sel kulit wajah menjadi lebih baik, sehingga kulit tampak lebih kenyal, elastik, dan kencang,' kata David Elim ahli kecantikan di Apotek Harapan Indah. Pantas Cleopatra memanfaatkan lidah buaya untuk menjaga kecantikannya.

Related Posts sesuai kategori



0 komentar: